Thursday, 5 March 2015

Perbedaan Jajahan Inggris dan Jajahan Belanda

Nah sekarang saya akan memberikan informasi yang sangat menarik yaitu tentang perbedaan jajahan Jepang sama jajahan Inggris ...

Ratu Elisabeth I, Inggris 
Pada dasarnya seluruh penjajah tidak terdapat yang baik. Itulah sebabnya dalam mukaddimah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 disebutkan: semua penjajahan di muka bumi Allah Swt. Ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian & perikeadilan.

Sungguhpun begitu, dalam ungkapan orang tua-tua pada Tanah Melayu Riau disebutkan: di dalam buruk, ada jua eloknya. Contohnya, tanpa penjajahan itu barangkali tidak akan negara kita ini; tidak kemajuan di bidang pendidikan, & sebagainya.

Inggris yang menjajah sepertiga belahan bumi, negara bekas jajahannya, dalam akhirnya, secara umum agak lebih baik dibandingkan dengan negara bekas jajahan Ratu Wilhelmina & Ratu Juliana itu. Lihatlah contohnya beberapa negara bekas jajahan negara Ratu Elisabeth itu yang berdekatan dengan negara kita misalnya Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Papua New Gunea, Australia, Fiji, Salomon, Vanuatu. Pemerintahan, perekonomian, GDP, dan sebagainya agak lebih baik.

Bagaimana dengan bekas jajahan Belanda? Memang, negara bekas jajahannya tidak sebanyak Inggris. Sebutlah misalnya Indonesia, Suriname, Mozanbiq (jangan-jangan terdapat orang Indonesia tidak tahu dimana letak negara yang terakhir itu).

Waktu Belanda hengkang dari Indonesia tahun 1949 kecuali Irian Barat, nama Irian Jaya kini ini Belanda tidak mewariskan struktur pemerintahan yang baik kepada pemerintahan Indonesia ketika itu. Hal ini berbeda dengan yang diwariskan Inggris pada bekas negara jajahannya, sehingga pemerintah bekas negara jajahannya sudah punya semacam modal awal. Boleh dikatakan pemerintah Indonesia waktu mulai menata tata kelola pemerintahan dari nol, kecuali untuk beberapa hal pada bidang aturan/ peraturan perundang-undangan misalnya kitab undang-undang hukum pidana, KUHAP dan sebagainya.

Anehnya, simbol-simbol dan taribut-atribut jabatan yang dipakai pegawai/pejabat zaman pemerintahan Belanda itu sesuatu yang dipercaya menjadi simbol feodalisme tetap digunakan, dikembangkan, walaupun bentuknya berubah, hingga sekarang.

Perhatikan, contohnya, simbol atau atribut yang dipakai aparatur negara/PNS dan pejabat pada negara kita, mulai dari pada tingkat Pemerintah Pusat sampai ke ceruk-ceruk negeri. Semuanya memakai baju seragam, tidak mau sama dengan rakyatnya: nama, bed nama, lambang korpri. Apalagi pejabatnya misalnya Gubernur, Bupati, Walikot, Camat, Lurah, ketua Desa atau sebutan lain: semuanya menggunakan jengkol di dadanya.
Ratu Wilhelmina, Belanda 
Setiap wilayah memakai jua bendera & lambang wilayah masing-masing, yang kadang-kadang menimbulkan pengkotak-kotakan wilayah, tidak sejalan lagi dengan hakekat Negara Kesatuan.

Pemakaian gelar Insinyur (Ir) dan Doktorandus (Drs) yang pula adalah warisan Belanda sudah dihapuskan. Kini gelar-gelar kesarjanaan itu telah pada-Indonesia-kan sedemikian rupa, sudah terspesifikasi, terlepas suka atau tidak suka kita dengan aturan tadi. Namun mengapa dalam bidang yang tidak dilakukan reformasi? Pada negara bekas jajahan Inggris penyebutan gelar jarang dituliskan, disebutkan secara formal. Yang menarik adalah hampir semua negara bekas jajahan Inggris, penduduknya bisa berbahasa Inggris. Tidak demikian halnya dengan negara bekas jajahan Belanda, hanya kalangan elit saja yang bisa berbahasa Belanda.

Penataan perkantoran di negara bekas jajahan Belanda menyimbolkan pendekatan keamanan (security approach). Itu mampu dipandang dimana ada tempat kerja gubernur, bupati, walikota, camat, disitu berdiri jua tempat kerja kepolisian, Tentara Nasional Indonesia & kejaksaan. Berbeda dengan bekas jajahan Inggris yang menekankan pendekatan kesejahteraan (welfare approach). Hal itu tersirat dari penataan perkantorannya terdiri dari bangunan eksekutif, perpusatakaan & musium.

Dulu sewaktu waktu H. M.Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Presiden Susilo Bambang Yodhoyono, sudah mencoba melakukan semacam desakralisasi, namun banyak pihak menentangnya. Contohnya dengan hanya memakai baju batik, putih; mengurangi pengawalan, dan sebagainya.

Pada era presiden joko widodo-H.M. Jusuf Kalla, tampaknya hal itu mulai dilakukan lagi, untuk menunjukkan kesan tidak berjarak dengan masyarakat. Sebaiknya itu juga dilakukan pejabat pemerintah lainnya. Dan akan lebih baik lagi berbagai aturan yang feodal itu dicermati pulang, disesuaikan dengan perkembangan.

Kemudian, bagaimana perbedaan negara bekas jajahan Inggris & Belanda khususnya dengan Indonesia pada bidang pola pikir (mind-set), budaya kerja (culture-set), pemberantasan korupsi, kolusi & nepotisme, penegakan aturan, toleransi beragama, penghormatan HAM dan sebagainya. Silahkan Saudara menilainya¦.

Sumber: Merdeka.com

Artikel Terkait